Kehilangan Anak Pertama
Hari demi hari berganti setiap bulan rutin kontrol ke dokter kandungan. Informasi mengenai dokter terbaik di Jakarta pun selalu aku kantongi. Karena aku berpikir dokter sangat menentukan kesehatan dan kelancaran proses persalinan.
Dengan idealisme yang cukup kuat, aku ingin mencari dokter kandungan perempuan karena sesuai dengan syariat jika masih ada dokter perempuan sebaiknya dengan dokter perempuan. Namun yang terjadi adalah setiap kali kontrol ke dokter perempuan selalu pasien antri dan tak jarang juga dokter selalu telat. Aku tidak mengerti apakah urusan perempuan terlalu banyak atau memang dokter kandunganku ini memang orang sibuk.
Setiap kontrol selalu sampai larut malam bahkan pernah sampai jam dua belas malam aku masih di rumah sakit menunggu antrian panjang dokter favorit ini. Satu hal yang menjadi pelajaran bahwa ternyata dokter itu semuanya sama. Jadi kita hanya mencari dokter yang cocok dengan kita. Dokter favorit belum tentu cocok dengan kita. Bisa jadi dokter favorit yang banyak pasien tidak optimal membantu kita dalam proses persalinan.
Aku dengan segala keterbatasan mencari dokter perempuan dan sempat berganti dokter karena aku suami merasa dokter kurang komunikatif dan jatuhlah pilihan pada dokter terakhir yang notabene adalah dokter favorit dan sering masuk TV. Pada awalnya aku merasa senang dan sangat cocok dengan dokter ini namun pada proses lahiran aku mengalami kekecewaan yang sangat.
Dokter kandungan ini datang telat aku sudah masuk rumah sakit itu dari malam selesai magrib. Rasanya menunggu gelombang cinta sampai subuh. Setelah pagi datang dokter pun belum kunjung tiba. Akhirnya anakku ditahan oleh suster yang membantu persalinan dan tiba-tiba keluar sendiri tanpa pertolongan dokter.
Bayi premature dan sangat kecil yaitu seorang bayi dengan berat 800 gram. Setelah proses melahirkan aku langsung dipindahkan ke ruang penyembuhan. Namun sejam kemudian aku mendapat kabar bahwa bayiku sudah meninggal. Dunia terasa runtuh ketika itu. Aku dan suami yang tinggal di perantauan harus menghadapi ini tanpa ada keluarga.
Ketika sudah meninggal aku tidak sempat melihat sang bayi karena sudah langsung di kubur. Ketika itu datang sodara sepupuku yang berada cukup dekat dari rumah kami. Ruangan kamar VVIP ini terasa sangat sepi, ibu-ibu setelah lahiran disambut bahagia dengan kelahiran seorang bayi yang lucu dengan tangisan yang membuat ruangan kamar seakan hidup. Namun tidak demikian yang terjadi pada diriku. KEsedihan yang luar biasa dan air mata tak kunjung berhenti.
Adam kami memberi nama anak pertama kami dengan nama Nabi Adam. Ketika itu aku menjalani proses persalinan normal sehingga pemulihan berlangsung cepat. Trauma?Iyaa, aku merasakan ketakutan yang luar biasa ketika itu. Takut gagal lagi jika punya anak.
Komentar
Posting Komentar